...
Udara terasa panas. Beberapa ada yang mengipas dirinya dengan koran, dan ada pula yang duduk di bawah kipas angin. Tapi tidak sedikit yang memilih keluar ruangan dan membeli segelas air dingin yang sejenak memang begitu menyegarkan. Di pojok kiri, satu dua orang menyibukkan diri dengan mengetik naskah-naskah kedinasan yang mendesak untuk dibuat.
Mungkin karena masa pancaroba, maka beberapa hari ini di saat siang panas begitu menyengat dan biasanya disusul dengan rintik hujan di sore harinya.
Tiba-tiba, terdengar gelak tawa kawan-kawanku di pojok kanan ruang kantorku yang berukuran 20 x 7 m. Karena ruangan begitu panjang, sehingga riuh tawa itu kemudian memecah kesunyian suasana. Dan segera, rasa panas pun terlupakan.
Ketika kutanya, mengapa mereka tertawa, jawaban mereka sederhana : “vitamin mbak, siang-siang.”
Seketika neuron di otakku langsung menangkap apa maksud mereka. Vitamin bagi mereka biasanya identik dengan guyonan mesra (kalau tidak mau dibilang porno) seputar hubungan terlarang beberapa karyawan di kantor.
Bicara masalah relasi kerja, tidak melulu yang muncul adalah masalah kinerja. Tak jarang bersenggolan dengan hubungan asmara yang terjalin dalam relasi yang biasa disebut “terlarang”. Kenapa disebut terlarang, pertama, karena memang biasanya yang menjalin asmara salah satunya atau salah duanya sudah terikat perkawinan. Sedangkan alasan yang kedua, karena dalam hal kedinasan memang tidak dibolehkan seorang pegawai yang telah terikat hubungan perkawinan menjalin asmara dengan orang lain. Sanksinya selain kedisiplinan juga bisa berujung pada pemecatan.
Tapi gak asik kalo gak selingkuh, demikian kata beberapa pelaku di kantorku. Agaknya, perselingkuhan di kalangan PNS sudah seperti mafia peradilan. Tidak kelihatan, tapi bisa dirasakan. Itu dia, masalah rasa yang tidak pada tempatnya, dipupuk, dipelihara dan akhirnya biasanya berujung pada suka sama suka. Kalau sudah gini, biasanya Cuma ada dua pilihan. Pertama, mereka tetap mempertahankan perkawinannya karena alasan kehormatan. Dan yang kedua, berakhirnya perkawinan. Padahal, kalau sudah begini, tetap saja ujung-ujungnya tidak terhormat.
Perselingkuhan bisa dimulai dari berbagai cara. Ada yang berawal dari jurus “bareng”. Kemana-mana bareng lama-lama ke kamar mandi pun bareng. Ada pula yang berawal dari jurus “curhat”. Apa-apa dicurhatin sampai-sampai warna pakaian dalam pun akhirnya jadi bahan curhat. Bahkan ada pula yang berawal dari jurus “ iseng”. Awalnya sms-an sekedar iseng akhirnya apa-apa diiseng’in. Termasuk iseng pegang-pegang “barang” temen. Wuitss,,,,,parah!!!!
Pikiranku akhirnya menerawang. Bagaimana ya rasanya jadi “pemain”. Antara takut dan senang kata mereka. Takutnya, takut ketahuan. Senangnya, sensasi yang dirasakan. Wah, parah juga kalau indikatornya sensasi. Tapi sejenak aku berpikir, mungkin saja semua itu berawal dari rasa penasaran yang kemudian direalisasikan. Yah, setidaknya mungkin dulu mereka hanya ingin tahu saja. INGIN TAHU. Sebuah kata yang bisa mendorong seseorang untuk bergerak, mencari dan mengeksplorasi. Bahaya juga ya kalau yang di-INGIN TAHU-i adalah lekukan tubuh pasangan orang lain.
“Gimana mbak? Berminat punya bojo loro?”. Kalimat itu yang kemudian memaksaku berhenti menerawang dan untuk segera menjawab, “Tidak Bu. Terima Kasih.” (Wonosari, Oct 2011)
untuk yg menanyakan soal "curhat",,,ada bebrapa orang yg ternyata sangat terbuka sehingga curhatnya macam2. Yg sy maksud macam2 adalah macam2 yang kurang esensial hehehe seperti "daleman" tadi,,,,semoga jawaban saya ini menjawab.
BalasHapus