April 13, 2012

Memaknai Pertemuan Pagi Hari denganNYA....


Dear morning,,,,,
My eyes fluttered open, but the room was still dark. It was too early for me to get up. I sighed, adjusted my pillow, and hoped for sleep. Unfortunately, a lengthy TO-DO LIST bombarded my brain. I needed to finish my report, answer an email, making legal’s public work family tree, writing my novel asap, cleaning my room, schedule a doctor’s appointment, etc.
Antrian panjang kegiatan terkadang membebankan hidup kita. Di  saat seperti itulah kita harus kembali refleksi, apakah sekian deret panjang kegiatan itu merupakan prioritas kehidupan kita. Jangan-jangan kita sudah terjebak dalam suatu situasi  dimana kita tak punya lagi esensi terhadap satu per satu aktivitas yang kita lakukan. Kita kemudian berubah menjadi mesin/robot yang bekerja dengan mekanisme harian yang tak bertujuan. Jika ada satu titik kita bisa tersadar, putarlah haluan. Screening kembali seluruh aktivitas kita. Kemudian kembali lihat ke dalam peta hidup kita, dimana dalam peta itu telah tergambar arah dan tujuan awal kehidupan kita. Mencermati setiap perubahan arah yang terjadi dengan berbagai argumentasi. Dan mulailah kembali memaknai setiap kegiatan dan aktivitas kita. Sebab rutinitas dapat membunuh makna.
Mengembalikan makna dapat dilakukan dengan cara berdoa. Doa dapat dijadikan media sekaligus mekanisme kontemplasi. Dengan mengingat Pencipta, otak kita secara otomatis terseret pada logika awal yang kebanyakan sudah kita yakini, yaknilogika bahwa kehidupan yang kita jalani sekarang merupakan kehidupan sementara. Dan kehidupan kekal itu ada di akhirat. Tentu saja mekanisme doa ini hanya berjalan bagi orang yang sudah terlebih dahulu memiliki iman pada Dzat yang Maha Dahsyat,atau yang sering kita sebut TUHAN. Disaat inilah kemudian saya teringat pada Penulis Mazmur 119 yang menulis demikian, “I rise before the dawning of the morning, and cry for help; I hope in Your Word”.
God atau TUHAN delivered special comfort during the Psalmist’s sleepless nights. Although he couldn’t make his problems dissapear, he said, “My eyes are awake through the night watches, that I may meditate on Your Words.” Tiap malam sang Penulis ini mereview firman TUHAN terus menerus.  Ia terus berkonsentrasi pada setiap kata-kata dan makna didalamnya, sampai akhirnya ia menyatakan diri : “Oh, how I love Your Law!”.
Orang yang percaya pada janji TUHAN bukanlah orang yang kemudian terbebas dari segala masalah. Sebab pada dasarnya persoalan hiduplah yang membentuk diri kita. Setiap persoalan yang berhasil terselesaikan terus dan terus membuat diri kita matang dan dewasa. Tentu saja jika kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Tak jarang masalah yang datang dan pergi tak membawa makna apapun dalam kehidupan seseorang. Dan akhirnya, hidup orang itu hanya bertujuan menjalani masalah. Ini juga bukan sebuah sikap yang tepat. Permasalahan yang bermanfaat adalah permasalahan yang digunakan sebagai media belajar. Tentu kawan-kawan yang pernah menulis tulisan ilmiah ingat, bahwa sebuah hasil penelitian akan dapat dikembangkan bila muncul adanya persoalan. Bahkan para mahasiswa sering sekali cari masalah agar studinya cepat selesai. Jika ingin mencermati, masalah itu amatlah banyak. Jadi sebaiknya, kita bijak dalam menjalani persoalan yang sedang kita hadapi. Tidak perlu khawatir.
Jika kita mulai khawatir, ingatlah, “The word of God is living and powerful”....
And finally,,,,
Where there is hatred let me saw love;
Where there is discord, harmony;
Where there is injury, pardon;
For it is in dying that we receive;
It is in forgetting self that we find ourselves;
It is in pardoning that we are pardoned...