Dear morning,,,,,
My eyes fluttered open, but the room was still dark. It was
too early for me to get up. I sighed, adjusted my pillow, and hoped for sleep.
Unfortunately, a lengthy TO-DO LIST bombarded my brain. I needed to finish my
report, answer an email, making legal’s public work family tree, writing my
novel asap, cleaning my room, schedule a doctor’s appointment, etc.
Antrian panjang kegiatan terkadang membebankan hidup kita.
Di saat seperti itulah kita harus
kembali refleksi, apakah sekian deret panjang kegiatan itu merupakan prioritas
kehidupan kita. Jangan-jangan kita sudah terjebak dalam suatu situasi dimana kita tak punya lagi esensi terhadap
satu per satu aktivitas yang kita lakukan. Kita kemudian berubah menjadi
mesin/robot yang bekerja dengan mekanisme harian yang tak bertujuan. Jika ada
satu titik kita bisa tersadar, putarlah haluan. Screening kembali seluruh
aktivitas kita. Kemudian kembali lihat ke dalam peta hidup kita, dimana dalam
peta itu telah tergambar arah dan tujuan awal kehidupan kita. Mencermati setiap
perubahan arah yang terjadi dengan berbagai argumentasi. Dan mulailah kembali
memaknai setiap kegiatan dan aktivitas kita. Sebab rutinitas dapat membunuh makna.
Mengembalikan makna dapat dilakukan dengan cara berdoa. Doa dapat dijadikan media sekaligus mekanisme kontemplasi.
Dengan mengingat Pencipta, otak kita secara otomatis terseret pada logika awal yang
kebanyakan sudah kita yakini, yaknilogika bahwa kehidupan yang kita jalani sekarang merupakan
kehidupan sementara. Dan kehidupan kekal itu ada di akhirat.
Tentu saja mekanisme doa ini hanya berjalan bagi orang yang sudah terlebih
dahulu memiliki iman pada Dzat yang Maha Dahsyat,atau yang sering kita sebut
TUHAN. Disaat inilah kemudian saya teringat pada Penulis Mazmur 119 yang
menulis demikian, “I rise before the dawning of the morning, and cry for help;
I hope in Your Word”.
God atau TUHAN delivered special comfort during the
Psalmist’s sleepless nights. Although he couldn’t make his problems dissapear,
he said, “My eyes are awake through the night watches, that I may meditate on Your
Words.” Tiap malam sang Penulis ini mereview firman TUHAN terus menerus. Ia terus berkonsentrasi pada setiap kata-kata
dan makna didalamnya, sampai akhirnya ia menyatakan diri : “Oh, how I love Your
Law!”.
Orang yang percaya pada janji TUHAN bukanlah orang yang kemudian
terbebas dari segala masalah. Sebab pada dasarnya persoalan hiduplah yang
membentuk diri kita. Setiap persoalan yang berhasil terselesaikan terus dan
terus membuat diri kita matang dan dewasa. Tentu saja jika kemudian ditarik
sebuah kesimpulan. Tak jarang masalah yang datang dan pergi tak membawa makna
apapun dalam kehidupan seseorang. Dan akhirnya, hidup orang itu hanya bertujuan
menjalani masalah. Ini juga bukan sebuah sikap yang tepat. Permasalahan yang
bermanfaat adalah permasalahan yang digunakan sebagai media belajar. Tentu kawan-kawan
yang pernah menulis tulisan ilmiah ingat, bahwa sebuah hasil penelitian akan
dapat dikembangkan bila muncul adanya persoalan. Bahkan para mahasiswa sering
sekali cari masalah agar studinya cepat selesai. Jika ingin mencermati, masalah itu
amatlah banyak. Jadi sebaiknya, kita bijak dalam menjalani persoalan yang
sedang kita hadapi. Tidak perlu khawatir.
Jika kita mulai khawatir, ingatlah, “The word of God is
living and powerful”....
And finally,,,,
Where there is hatred let me saw love;
Where there is discord, harmony;
Where there is injury, pardon;
For it is in dying that we receive;
It is in forgetting self that we find ourselves;
It is in pardoning that we are pardoned...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar