November 14, 2011

Siklus memilih dan memutuskan : Realitas Kehidupan Yang Terus Dimaknai

Tak ada yang tahu masa depan,,,,
Hanya itu yang membuat seseorang melangkah sangat hati-hati di saat sekarang. Banyak sekali peribahasa yang berusaha menyampaikan pesan ini. "Nasi sudah menjadi bubur". "Time never go back". "Kita harus berhadapan dengan penyesalan. Menjadi dewasa berarti belajar menerima segala hal yang tidak dapat kita ubah, menghadapi penderitaan yang tidak putus, dan belajar mencintai hidup seperti adanya, bukan sebagaimana yang kita hendaki" (Barbara Sher).
Semuanya berintikan sama. Jika saja ada seseorang yang sudah tahu bahwa di masa depan akan menuai kepahitan, kegagalan, kejatuhan, dan lain-lain sesamanya; pasti orang tersebut akan berusaha agar sesuatu yg membuahkan hal2 tadi dicegah saat sekarang.

Banyak kisah baik cerita fiksi maupun film yang bertemakan imajinasi melihat masa depan. Kemudian kembali ke masa lampau, dan memperbaiki masa sekarang agar dapat merubah kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Tapi semua hanya imajinasi. Hanya film dan cerita fiksi. Angan-angan manusia yang dari dulu hingga sekarang tak pernah terwujud. Mimpi adanya manusia yang menginjak bulan sudah terealisir. Mimpi memiliki kereta api bawah laut sudah nyata. Bahkan dapat berkomunikasi antar benua, merupakan teknologi manusia yang amat spektakuler. Belum lagi penemuan2 medis yang juga sangat mencengangkan bagi manusia2 di masa lampau tentunya. Tapi hingga kini, tak pernah terjadi adanya waktu yang dapat diputar dan disetel ulang oleh manusia. Sebanyak apapun manusia menciptakan imajinasi ini; waktu tak pernah berubah. Ia terus bergerak maju, tak pernah pergi mundur. Manusia mati dan lahir secara bergantian. Siklus itu terus berjalan dan tak pernah berakhir. Dunia dalam waktunya, hanya mengulang sebuah pilihan, keputusan, konsekuensi (salah n benar) dengan setting waktu, tempat dan orang yang berbeda. Tindakannya sama.

Sadar bahwa waktu tak pernah bergerak mundur itulah yang membuatku tetap tegar. Sebesar apapun persoalan yang kuhadapi, tak pernah aku berharap bahwa waktu yang bergerak mundur akan menyelamatkanku. Sesal atas kegagalan, kemalangan, dan kepahitan tak kan pernah menyelamatkan masa depanku. Semua konsekuensi pilihan gagal harus dapat kuhadapi, kujalani dan kuperbaiki. Itu satu-satunya cara agar hidup tetap bermakna di setiap perubahannya.

Belum lama sebenarnya.

Tanggal 30 Oktober 2011 yang lalu, aku baru saja menulis status di FB-ku demikian : "I have already choose a friend here (Wonosari). I Hope he's already a good friend for me..."

Now, tanggal 14 November 2011, I already realize,,,,,I've made a mistake. Ya. Memilih adalah bagian dari takdir. Ketika pilihan sudah dijatuhkan, maka konsekuensi harus diterima. Aku telah memilih seorang teman. Teman yang kuanggap akan menjadi teman yang baik. Namun dunia dan waktu tak butuh waktu lama untuk menunjukkan padaku bahwa aku gagal. Aku salah menjatuhkan pilihan. Dan ketika serentetan konsekuensi itu datang, aku harus menelannya sendirian. Karena pilihan adalah sebuah keputusan pribadi yang pertanggungan jawabnya pun harus secara pribadi. Temanku,,,menyakitiku. Hanya itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan rasa kegagalanku. Dan ketika ia menyakitiku, aku tersadar. Bukan dia yang salah, tetapi aku! Akulah yang memilihnya.

Ini bukan kali pertama kali aku gaga dan salah dalam menjatuhkan pilihanl. Ini bahkan mungkin ke seribu sekian kalinya aku mengalami kegagalan. Apalagi bila dihiitung sejak aku pertama kali belajar berjalan di masa kecil dulu. Manusia memang tak pernah bisa memutar balik ulang waktu yang terlanjur berputar. Aku ingat dengan kalimat Profesor Gunawan, seorang ahli filsafat di UNY yang mengatakan demikian : "sekarang yang ini bukanlah sekarang". Memang tak pernah ada waktu yang sama. Tiap detik yang berlalu di bumi ini memiliki perbedaan. Detik lalu, banyak peristiwa yang terjadi. Dalam satu putaran kosmos kehidupan, tak pernah ada yang sama. Itulah yang kemudian membawaku pada satu titik, bahwa pilihan tak selalu benar. Namun adalah naif jika kita memilih untuk tidak memilih. Karena kelangsungan hidup ini memerlukan sebuah keputusan. Meskipun dalam memutuskan sebuah pilihan harus siap dengan konsekuensi kesalahan. Akhirnya, aku harus tetap yakin bahwa kelak aku akan bertemu seorang kawan yang baik di tempatku yang sekarang. Entah kapan dan bagaimana. Yang terpenting dari semua, adalah tetap berharap bahwa the good will come. Hanya dengan harapan dan cita maka manusia tetap punya semangat untuk melanjutkan pilihan hidupnya.

So, choice is the hinges of destiny......lan sabar iku ingaran mustikaning laku.....
Jogja, Nov 14th 2011......(@pingit)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar